Oleh : Untung Ali Romdon
A.
Latar belakang
Sejarah
budaya dan peradaban umat manusia menyaksikan bagaimana semua bangsa di semua
benua menjadi penganut berbagai sistem filsafat, baik yang dijiwai nilai-nilai
moral keagamaan (theisme-religious) maupun nilai non-religious (sekular,
atheisme). Tegasnya, umat manusia atau bangsa-bangsa senantiasa menegakkan
nilai-nilai peradabannya dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai-nilai
religious atau non-religious. Sampai abad XXI, peradaban mengakui sistem
filsafat (dan atau sistem ideologi) telah berkembang dalam berbagai sistem
kenegaraan; terutama : theokratisme, kapitalisme-liberalisme (dari sistem filsafat
natural law); zionisme,sosialisme, marxisme-komunisme-atheisme;
naziisme-fascisme ; fundamentalisme, dan Pancasila, Inilah sistem ideologi,
yang dijadikan sistem kenegaraan; telah berkembang dalam kehidupan dunia
internasional modern yang berpacu merebut supremasi ideologi nasional
masing-masing.
Khasanah ilmu politik
mengakui adanya sistem kenegaraan dengan predikat berdasarkan sistem ideologi :
negara kapitalisme-liberalisme, negara sosialisme, negara zionisme Israel;
negara komunisme; dan sebagainya. Wajar apabila NKRI dinamakan sistem
kenegaraan Pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah unsur- unsur pancasila?
2.
Bagaimanakah
rumusan Kesatuan
Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem?
3.
Bagaimanakah kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Sistem
Filsafat ?
C.
PEMBAHASAN
1.
Unsur-
Unsur Pancasila
Asas-asas
yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang termuat dalam UUD
1945, termuat dalam kalimat ke empat apabila disusun dalam hubungan kesatuan
dan tingkat kedudukan dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain maka
merupakan suatu keseluruhan yang bertingkat sebagai berikut :
a. Pancasila merupakan asas kerohanian Negara (filsafat pendirian dan
pandangan hidup
b. Diatas basis itu, berdiri Negara, dengan asas politik
Negara(kenegaraan) berupa bentuk republik yang berkedaulatan rakyat
c. Kedua-duanya menjadi basis bagi penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan
indonesia, yang tercantum dalam peraturan pokok hokum positif termuat dalam
suatu Undang-undang dasar
d. Selanjutnya diatas Undang-undang dasar sebagai basis berdiri bentuk
susunan pemerintahan dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam kesatuan
pertalian hidup bersama, kekeluargaan dan gotong royong.
e. Segala sesuatu itu untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia dengan
berbegara itu, ialah singkatnya kebahagiaan nasional (bagi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah) dan internasional, baik rohani maupun jasmani.
Dengan
demikian seluruhnya itu merupakan kesatuan yang bertingkat, dan seluruh
kehidupan Negara dan bangsa berdiri di atas dan diliputi asas kerohanian
pancasila, sebaliknya pengertian, penjelmaan dan pelaksanaan pancasila
berisikan dan terikat serta tertuju pada kebahagiaan nasional dan
internasional. (“Pancasila dasar falsafah Negara”, Notonagoro, 1974, cetakan ke
tujuh, hal. 182)
2.
Rumusan Kesatuan Sila-sila
Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila
yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan suatu system filsafat.Pengertian
system adalah suatu kesatuan bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem umumnya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikur :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri
3.
Saling berhubungan
4.
Bertujuan untuk mencapai maksud
tertentu
Pancasila
yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila,setiap sila pada hakikatnya
merupakan suatu asas sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis
1. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis
Kesatuan
sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis
bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia. Isi dari sila-sila Pancasila
yaitu hakikat manusia “monopluralis” yang memiliki unsur-unsur,”susunan kodrat”
jasmani rohani,”sifat kodrat” individu-sosial,dan ”kedudukan kodrat” sebagai
pribadi berdiri sendiri .Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu
kesatuan yang bersifau organis dan harmonis. Setiap unsur memiliki fungsi
masing-masing namun saling berhubungan. Oleh karena sila-sila Pancasila
merupakan penjelmaan hakikat manusia
“monopluralis” yang merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga
memiliki kesatuan yang bersifat organis pula.
2. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal.
Pengertian
matematis pyramidal digunakan untukmenggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila
Pancasila dalam urutan luas(kwantitas) dan dalam hal isi sifatnya(kualitas). Kalau
dilihat dari intinya, urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian
tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya yang merupakan pengkhususan dari
sila-sila di depannya.
Kesatuan
sila-sila Pancasila yang memiliki susunan hierarkhis pyramidal, maka sila
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan perwakilan, serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sebaliknya Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, serta berkeadilan social sehingga
di dalam setiap sila senantiasa terkandung sila-sila lainnya.
Berdasarkan
hakikat yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dan Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara maka segala hal yang berkaitan dengan hakikat negara harus sesuai
dengan landasan sila-sila Pancasila.
3. Hubungan Kesatuan sila-sila Pancasila yang saling Mengisi
Kesatuan.
Sila-sila
Pancasila yang “majemuk tunggal,”hierarkhis pyramidal” juga memiliki sifat
saling mengisi.Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai
keempat sila lainnya, atau dengan perkataan lain dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi
oleh keempat sila lainnya.
3.
Kesatuan
Sila-sila Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukan
hanya kesatuan yang bersifat formal logis namun juga meliputi kesatuan dasar
ontologis,dan dasar epistemologis dari sila-sila pancasila.
1. Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan system
filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja tapi juga
meliputi hakikat dasar dari sila-sila pancasila atau secara filosofis meliputi
dasar ontologois sila-sila Pancasila. Dasar ontologism Pancasilapada hakikatnya
adalah manusia yang memiliki hahkikat mutlak “monopluralis”, oleh karena itu
hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis
2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu system filsafat pada
hakikatnya juga merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari
Pancasila merupakan pedoman bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam
semesta tentang makna hidup serta sebagai dasar manusia dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi dalam hidup. Pancasila dalam pengertian ini telah menjadi
suatu system keyakinan karena telah dijadikan landasan bagi cara hidup manusia
dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini berarti, filsafat telah menjelma
sebagai ideology. Sebagai system filsafat serta ideology maka pancasila harus memiliki
unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system
pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya
tidak terpisahkan dengan dasar ontologisnya. Jika manusia merupakan basis
ontologism dari pancasila maka memiliki implikasi terhadap bangunan
epistemology yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
D.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan
sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar
aksiologis yang membedakan pancasila dengan sistem filsafat lainnya. Dasar
ontologis disebut juga sebagai dasar antropologis. Dasar epistimologis dalam
arti pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu
filsafat pancasila. Dasar aksiologis merupakan pandangan tentang nilai dan
pandangan pancasila secara hierarki yang merupakan suatu kesatuan.
REFERENSI